Keadilan Buat Papua

Oleh Arnold  Pakage

Arnold Pakage  .James  Elmsie, seorang ahli kependudukan di Sydney, menulis komentar menarik sesudah pengumuman sensus penduduk 2010. dia hitung penduduk asli Papua telah menjadi Penduduk minoritas di Tanahnya sendiri dengan perbandingan 49% orang asli Papua dan 51%0rang Pendatang,hal tersebut diakibatkan oleh tingginya pelangaran Hak Asasi Manusia di Papua. HIV/AIDS, mortalitas ibu dan anak (tertigngi menurut Komnas Perempuan).

Papua adalah daerah Konflik namun Konflik Papua bukanlah Konflik,antar Agama namun konflik Papua terjadi bedasarkan Sejarah Papua,Sejak Papua dianeksasikan Oleh Amerika ke Indonesia banyak sekali pelangaran HAM yang terjadi, di Papua Pembunuhan yang dilakukan terhadap Militer kepada Orang Papua adalah sesuatu yang sering sekali terjadi, pembunuhan yang dilakukan oleh Militer terhadap warga sipil dalam modus terang-terangan dan diam-diam selalu terjadi.

Konflik Papua ada karena Bangsa Papua minta akan Haknya untuk Merdeka,sehingga konflik Papua terjadi, di sisi lain penindasan dan hak untuk Hidup ditindas selama dalam NKRI.

‘’Banyaknya pelangaran-Pelangaran Hak Asasi Manusia yang ditindas membawa ketertarikan lembaga-lembaga Bantuan Hukum Indonesia yang Independen maupun tidak independen untuk menjadikan Papua sebagai Proyek,sebab sekian banyaknya kasus pelangaran HAM di Papua tidak satupun dituntaskan’’!!.

Contohnya kahusus Video penyiksaan petani asal Puncak Jaya Tunaliwor Kiwo, Kahusus penyiksaan ini hanya bisa digiring oleh Lembaga-Lembaga bantuan Hukum  ke pengadilan Militer, namun ketiga orang yang diadili bukan penyiksa Tunaliwor Kiwo melainkan penyiksa warga –warga sipil dalam Video yang yang beredar satunya.

Banyaknya pelangaran HAM di Di Papua dan Genoside yang terjadi ini seharusnya sudah digiring oleh lembaga-lembaga bantuan hukum jika pelangaran HAM di Papua ini bukan proyek dan bukan tempat untuk bertanding liputan antar lembaga-lembaga Hukum ke hukum internasional  Jenewa . Pelanggaran HAM yang dilakukan sejak 1963 hingga kini belum ditangani. Padahal UU Otsus Papua menghendaki hal itu. Para korban pelanggaran HAM dibiarkan. Orang Papua belum merasakan keadilan. Oleh sebab itu, bagi orang Papua, Pemerintah gagal melaksanakan UU Otsus Papua. Sekalipun triliunan rupiah sudah dikucurkan, mayoritas orang Papua masih hidup di bawah garis kemiskinan. Karena tidak merasakan manfaatnya .

Konflik Papua adalah konflik melawan militer dan militer adalah alat pemerintah Pusat pertahanan Pemerintah pusat dimana Tugas TNI adalah amanat Negara, seperti yang diungapkan oleh salah satu TNI dalam video penyiksaan Kiwo, kami disini menjalankan tugas Negara’’ dengan demikian semua aksi-aksi Pelangaran HAM di Papua tidak bisa diselesaikan dengan Jalur Hukum Indonesia apa lagi jalur Hukum Militer.

Ruben Magai Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Papua menyatakan aparat Tentara Nasinal Indonesia (TNI) serta Kepolisian jangan menjadikan daerah Papua sebagai lahan untuk mencari kenaikan pangkat.. “Jangan hanya melakukan pelanggaran di Papua dan di pindahakan untuk naik pangkat di tempat lain” kata Ruben, Senin (1/11)

Pada 10 agustus 2001 Megawati  Sukarno Putri melantik Susilo Bambang Yhudiono sebagai Menko Polkam,beberapa bulan setelah Susilo Bambang Yhudiono dilantik sebagai Menko Polkam, Theys Hiyo Eluay,Ketua Dewan  Perwakilan Papua dibunuh oleh TNI, 10-November-2001

Menurut data SIARAN PERS
Solidaritas Nasional untuk Papua (SNUP)

1. Letkol.  Inf. hartomo dituntut                   2tahun penjara
2. mayor.  Inf. Donny Hutabarat dituntut      2 tahun 6 bulan
3. kapten. Inf. Rionardo dituntut                  2 tahun penjara
4. lettu.    inf.  Agus Supriyanto dituntut       3 tahun plus usulan dipecat
5. sertu    Asrial dituntut 2 tahun penjara
6. sertu    Laurensius LI dituntut                  2 tahun penjara
7. parka   Ahmad Zulfahmi dituntut              3 tahun penjara plus usulan dipecat

Sebelum Thesy dibunuh ,Pada tahun 2001 yang lalu melalui jalur  DPP Dewan Perwakilan Papua membawa Aspirasi Rakyat Papua ke Presiden pada saat itu Habibie , bunyi aspirasi tersebut adalah Rakyat Papua meminta dilakukan Referendum ulang namun dengan penuh ancaman Oleh militer Permintaan Referendum dibatalkan dan diganti dengan Otonomi Khusus.

Hampir sepuluh tahun berjalannya Otonomi Khusus tidak membawa perubahan untuk        Orang Papua malahan Undang-undang Otonomi Khususpun  dilanggar oleh pemerintah  Indonesia melalui  kontra kegagalan Otonomi Khusus mengakomodasi hak-hak dasar orang Papua asli dalam Keputusan MRP Nomor I/KK-MRP/2009 Bagian Kedua, paragraf 3, pasal 8 dengan Hak atas Lambang, disebutkan bahwa orang asli Papua berhak mempertahankan dan melestarikan nilai-nilaibudaya dalam bentuk lambang daerah sebagai perwujudan dari keluhuran dan jati diri orang asli Papua. Lambang daerah yang dimaksud dalam pasal ini, antara lain, berbentuk bendera, lagu, logo dan semboyan.

“dalam UUD Otonomi Khusus ada pengakuan tentang bendera bintang Kejora dapat dikibarkan, namun kenyataannya, banyak orang Papua yang, dibunuh dan diteror ketika mengibarkan bendera bintang kejora dan mengangkat simbol-simbol budaya seperi lagu dan memakai atribut Papua . Pemerintah Indonesia(Susilo Bambang Yuhdiono) justru menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 2007 tentang larangan Pengibaran Bintang Kejora”.